ACEH BARAT – Kantor Hukum PPS & Partners selaku Penasihat Hukum, Ramli SE, merasa sangat kebingungan terhadap sikap atas upaya hukum yang dilakukan oleh Arsa Yoe Nanda, Direktur PT MPM, dimana telah melaporkan kliennya dengan tuduhan pencemaran nama baik dan juga berita bohong di Polres Aceh Barat.
Pengacara Putra Pratama Sinulingga, SH mengatakan bahwa pelapor sadar betul pernyataan dari Ramli,SE tersebut dalam kapasitasnya sebagai anggota legislatif dalam menjalankan tugasnya, terlebih lagi pernyataan tersebut diungkapkan dalam RDP dan hal tersebut juga dapat kita lihat di beberapa laman media onlie dimana pelapor menyatakan yang setidak-tidaknya bahwa.
“klien kami tidak dapat membuktikan atas tudingan perihal pungli dan kongkalikong dengan pihak pemerintah yang seharusnya konsep pembuktian tersebut berada pada pihak yang di undang dalam hal ini PT.MPM dalam RDP untuk menjelaskan secara detail dan agar publik menjadi paham atas proses dan pengelolaan Jetty yang merupakan aset daerah,”ujar Putra Pratama Sinulingga, Kamis, 9 Mei 2024.
Maka atas dasar tersebut pihak penasihat Hukum, Ramli SE merasa sangat kebingungan terhadap sikap dari Pelaporan itu, karena pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan pada tanggal 24 April 2024 yang menyatakan PT. MPM terkait dugaan pihak perusahaan tentang adanya pungutan liar (pungli) dan kongkalikong dalam pengelolaan Pelabuhan Jetty Ujung Karang Meulaboh, dalam kapasitas klien saya sebagai anggota Legislatif.
“Jadi laporan Arsan Yoe Nanda itu salah satu jenis Ad Hominem Fallacy ya. nah, apa itu Ad Hominem Fallacy ? Ad Hominem Fallacy itu merupakan jenis kesalahan logika dimana seseorang menyerang karakter atau sifat individu yang menyampaikan argumen dari pada menghadapi argumen itu sendiri ya,” jelas Putra Pratama Sinulingga.
Menurut Putra Pratama Sinulingga, kliennya sebagai anggota Legislatif yang sedang bertugas melaksanakan fungsi pengawasan sebagai anggota DPRK jadi sangat tidak wajar jika klien saya di laporkan terkait pencemaran nama baik di dalam rapat RDP.
“Sangat tidak wajar jika klien saya di laporkan terkait pencemaran nama baik di dalam rapat RDP, yang lucunya hal tersebut di persoalkan dengan menyerang pribadi klien saya dengan menuduh klien saya melaporkan LHKPN fiktif lah, pajak kebun sawit tidak dibayarkan lah, jadinya kan gak fokus lari kemana- mana dalam keluar dari konteks yang menjadi persoalan utamanya,”cetus Putra Pratama Sinulingga.
Seharusnya, menurut Putra Pratama Sinulingga, yang bersangkutan membaca dan memahami dulu lah ketentuan
Berdasarkan Pasal 224 Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 (MPR,DPR,DPD dan DPRD/DPRK) tidak dapat dituntut di depan pengadilan akibat pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis didalam rapat DPR ataupun di Luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi dan wewenang dan tugas DPR.
Adapun Hak imunitas yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia kepada DPR, DPRD/DPRK adalah sebagai hak penting dalam kerangka negara hukum.
“Hak Imunitas itu salah satunya terkait kebebasan berbicara bagi anggota parlemen dan tidak boleh dipersoalkan atau disalahkan dalam hubungan dengan tindakan yang dilakukan. Termasuk setiap ucapan atau pendapatnya dalam kedudukannya sebagai anggota Dewan,”jelas Putra Pratama Sinulingga.||Alfian Akbar