Banda Aceh - Penggabungan paket tender sesuai Perka LKPP Nomor 12 Tahun 2021 maksimum hanya sebesar Rp 15 Milyar. Namun, paket Pembangunan dan Rehabilitasi Venue PON XXI di Aceh yang tersebar di 3 kabupaten/kota yang seharusnya ditender secara terpisah justru digabungkan 14 paket menjadi 1 paket dengan pagu anggaran totalnya mencapai Rp. 695 Milyar. Tentunya hal tersebut telah bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Pernyataan itu diungkapkan koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI ) kepada media, Selasa (26/09/2023).
Menurut pria yang akrab disapa Ceknas itu, penggabungan paket tersebut jelas jelas tidak memberikan kesempatan kepada pengusaha mikro dan menegah, hanya perusahaan tertentu yang mampu memenuhi syarat Kemampuan Dasar (KD) yang dipersyaratkan minimal harus mempunyai pengalaman kerja pada bidang yang sama paling kurang Rp. 235 Milyar. "Sangat mustahil perusahaan lokal Aceh akan mampu bersaing dengan perusahaan besar apalagi BUMN," ujar pemerhati lelang asal Aceh itu.
Dia menjelaskan, Perka LKPP nomor 12 tahun 2021 pada halaman 107 konsolidasi dapat dilakuakan oleh PPK dan UKPBJ dengan menggabungkan paket paket pengadaan barang/jasa sejenis menjadi satu atau beberapa paket yang dilaksanakan bersamaan dengan persiapan pengadaan barang dan jasa melalui penyedia.
Kata Ceknas, PPK melaksanakan strategi penggabungan paket sejenis apabila ditemukan indikasi pemecahan paket pengadaan barang/jasa untuk menghindari tender.
"PPK melakukan konsolidasi untuk paket pengadaan barang/jasa sejenis yang dicadangkan untuk usaha mikro kecil maksimal hasil konsolidasi Rp.15 Milyar per paket. dan PPK dilarang menyatukan atau memusatkan beberapa paket pekerjaan pengadaan barang/jasa yang tersebar dibeberapa lokasi atau daerah yang menurut sifat dan jenis pekerjaan dan tingkat efesiensinya seharusnya dikerjakan/dilaksanakan dibeberapa lokasi,"paparnya.
Transparansi Tender Indonesia (TTI) meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengambil tindakan tegas atas dugaan monopoli dan persaingan tidak sehat yang merupakan ranah KPPU selaku lembaga Negara yang diberikan kewenangan menindak persaingan usaha yang tidak sehat tersebut.
"Aceh selaku tuan rumah PON XXI bersama Sumatera Utara merasa sangat dirugikan, padahal pembangunan Venue PON yang bersumber dari APBN seharusnya menjadi nilai tambah dan kesempatan kepada pengusaha lokal untuk mendapatkan pekerjaan ditengah sulitnya mendapatkan proyek akhir-akhir ini," bebernya.
TTI juga meminta DPRA dan Komisi V DPR RI yang merupakan mitra kementrian PUPR untuk segera merespon keresahan yang sedang terjadi ditengah masyarakat Aceh terutama kelompok masyarakat yang bergerak pada dunia kontraktor.
"Kementrian PUPR yang membuat regulasi tentang pengadaan barang dan jasa seharusnya taat pada aturan, tapi sebaliknya mereka sendiri yang melanggar aturan," tegasnya.
Adapun sebanyak 14 Paket di 3 Kabupaten yang digabung menjadi satu paket itu adalah :
1. VENUE Sepakbola (Pool A) Stadion Harapan Bangsa Banda Aceh;
2. Venue Sepak Bola (Pool B) Stadion H.Dimurtala Banda Aceh;
3. VENUE Soft Tenis (Pool A) Lapangan Tenis Jasdam Banda Aceh;
4. VENUE Soft Tenis (Pool B) Lapangan Tenis Polda Banda Aceh;
5. VENUE Tenis Lapangan (Pool A) Lapangan Tenis Komplek SHB B. Aceh;
6. VENUE Tenis Lapangan (Pool B) Lapangan Tenis Lambung B. Aceh;
7. VENUE Anggar Hall Anggar Komplek SHB Banda Aceh;
8. VENUE Angkat Besi dan Angkat Berat Gedung PABSI Banda Aceh;
9. VENUE Hapkido Gor Koni Aceh Banda Aceh;
10. VENUE Muaythai & Tarung Derajat Bale Meusare Banda Aceh;
11. Rugby Sevens (Pool A) Stadion Mini USK Banda Aceh;
12. X Rugby (Pool B) Lapangan Lambung Banda Aceh;
13. Berkuda Pacuan Blang Bebangka Aceh Tengah;
14. Dayung Waduk Keliling Indrapuri Aceh Besar.[DNQ]