ACEH UTARA – Dugaan kasus pemalsuan tanda tangan untuk memperoleh Bantuan Langsung Tunai (BLT) secara ilegal mengguncang masyarakat Gampong Punti, Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara.
Seorang warga bernama Munir (36) telah melaporkan kejadian ini ke SPKT Polres Lhokseumawe pada Senin, 3 Februari 2025, sekitar pukul 10.00 WIB dengan Nomor reg/45/II/2025/Aceh/Res Lsmw.
Saat ini, pihak kepolisian tengah melakukan penyelidikan (lidik) terhadap kasus yang diduga merugikan banyak pihak tersebut.
Menurut keterangan yang diberikan oleh Munir, pada hari Selasa (4/02/2025) peristiwa ini pertama kali terungkap pada tahun 2021, Ia menerima informasi dari Inspektorat Kabupaten Aceh Utara yang memberitahukan bahwa tanda tangannya telah dipalsukan oleh pihak yang tidak dikenal.
Pemalsuan tanda tangan tersebut diduga dilakukan untuk mendapatkan bantuan sosial BLT secara tidak sah di Gampong Punti, sebuah tindakan yang mengarah pada potensi penyalahgunaan dana negara.
Setelah menerima kabar tersebut, Munir langsung menghubungi Muhammad (40), seorang saksi yang juga warga Desa Punti, untuk membantu mencari tahu siapa pelaku pemalsuan tersebut.
Namun, hingga saat ini saksi tidak mengetahui identitas orang yang telah memalsukan tanda tangan Munir. Merasa dirugikan dan dizalimi, Munir pun memutuskan untuk melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian agar proses hukum dapat dilanjutkan.
Pengacara dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Cahaya Keadilan Rakyat (YLBH CaKRA), Ananda, SH, yang mendampingi Munir saat melapor di Polres Lhokseumawe, menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal kasus ini hingga tuntas. “Pemalsuan tanda tangan adalah tindak pidana yang jelas dapat merugikan banyak pihak, termasuk negara. Kami akan memastikan hak-hak hukum klien kami terlindungi dan mendorong agar aparat penegak hukum mengusut kasus ini dengan transparan,” ujar Ananda.
Saat ini, kasus ini masih dalam tahap penyelidikan oleh pihak berwenang. Jika terbukti bersalah, pelaku pemalsuan tanda tangan tersebut dapat dijerat dengan pasal terkait pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Tindakan pemalsuan ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga mencederai sistem administrasi bantuan sosial yang ditujukan untuk masyarakat yang membutuhkan.
Kasus ini menjadi sorotan karena berpotensi membuka celah bagi penyalahgunaan bantuan negara yang seharusnya diterima oleh masyarakat yang berhak.( RSky)