GRESIK – Mbah Djaid siang itu menggerutu ke Kaipah, anak perempuannya. Pria 82 tahun itu mengomel sebab kopi pesanannya tak kunjung dibikinkan Kaipah. Padahal, ia sudah memesan sejak pagi di warung yang berada di Desa Bambe, Driyorejo itu.
“Pesen kopi mulai isuk gak digawek-gawekno (pesan kopi mulai pagi gak bikin-bikinkan),” gerutu Mbah Djaid ke Kaipah yang diulang-ulang hingga tiga kali saat di warungnya.
Kekesalan Mbah Djaid ini rupanya disaksikan Purwanto alias Boireng, suami Kaipah. Ia mendengar dan melihat langsung saat sedang angkat-angkat karung di depan warung.
Kemarahan Mbah Djaid ini tak hanya disaksikan Purwanto, tapi juga para pelanggan warung yang memang sedang ramai. Hal ini kemudian membuat Purwanto sakit hati karena istrinya seperti dipermalukan oleh mertuanya di depan umum.
Namun Purwanto hanya bisa memendam sakit hatinya. Purwanto menilai istrinya bukan tak mau membuatkan kopi untuk mertuanya. Namun karena situasi saat itu sedang ramai-ramainya pelanggan sehingga istrinya tak sempat membuat kopi.
Warung yang dikelola Kaipah sebenarnya merupakan milik Mbah Djaid. Namun kemudian diserahkan ke Kaipah karena Mbah Djaid merasa sudah sepuh dan tak sanggup lagi mengelola.
Usai mengangkat barang-barang di depan warung, Purwanto lalu pulang dan mandi. Ia lalu kembali ke warung dan hendak makan, namun ia tak berselera karena istrinya masak oseng-oseng kangkung.
Pria 40 tahun itu lalu pergi ke warung milik Joko hendak bermain catur. Tapi niat itu ia urungkan dan kemudian hanya duduk-duduk di pos yang berada di sebelah musala. Purwanto yang sendirian lalu dihampiri temannya, Ropik dan mengajak main catur, tapi ditolak karena capek.
Kejadian siang itu yang dilihatnya membuat Purwanto tidak mood. Di pos itu, Purwanto hanya duduk-duduk hingga malam. Ia lalu pulang dan mendapati istrinya telah tidur pulas.
Purwanto yang lapar lalu menuju warung dan membuat mi instan. Usai makan, Purwanto ternyata belum mengantuk dan menuju pinggir sungai hendak buang air besar.
Di sana, secara tak sengaja Purwanto bertemu Mbah Djaid tengah berjalan hendak masuk ke dalam gubuk yang terletak kurang lebih 10 meter di depan rumahnya. Purwanto yang mengetahuinya lalu mengendap-endap mengikutinya dari belakang. Purwanto lalu mendekati Mbah Djaid dan minta maaf.
“Sepurane, pak (maaf, pak),” kata Purwanto lalu mengalungkan lengannya ke Mbah Djaid ke leher dan menariknya sekuat tenaga. Kuatnya tarikan lengan itu hingga menimbulkan suara ‘krek’ hingga tiga kali.
Kerasnya suara tulang yang dipiting itu ternyata didengar Wahyu, anak Purwanto dan tiga temannya, Bayan, Anggre dan Imam. Malam itu, keempatnya tengah sedang nongkrong di teras kos Bayan.
“Sik sik sik, rungokno sik abane onok wong ditekek (sebentar sebentar sebentar dengarkan suaranya terdengar seperti ada orang dicekik),” ujar Wahyu ke teman-temannya.
Karena penasaran, keempatnya kemudian menuju gubuk Mbah Djaid. Betapa kaget mereka saat tahu Purwanto sedang menyeret Mbah Djaid ke tempat buang air besar di pinggir kali.
Namun Purwanto yang mengetahui aksinya dipergoki mengancam dan tutup mulut atau bernasib dengan Mbah Djaid. Karena ketakutan, keempatnya lalu meninggalkan lokasi.
Sedangkan Purwanto setelah memastikan Mbah Djaid tewas kemudian mengambil selembar sarung bekas. Sarung ini lalu diikatkan ke tubuh Mbah Djaid dan diberi pemberat batu kali. Tubuh Mbah Djaid selanjutnya dilarung ke sungai.
Puas menghabisi mertuanya, Purwanto kemudian pulang dan tidur di samping istrinya. Pembunuhan itu terjadi pada Jumat tanggal 18 Mei 2012 sekitar pukul 20.00 WIB. Belum lama tidur, Purwanto lalu dibangunkan anaknya, Wahyu bahwa Mbah Djaid dikabarkan hilang.
Purwanto yang mengetahui hal ini lalu berpura-pura mencarinya bersama saudara-saudara iparnya dan warga lainnya. Mayat Mbah Jaid kemudian ditemukan Minggu 20 Mei telah hanyut hingga Sungai Karangpilang, Surabaya.
Jenazah tanpa identitas itu kemudian dievakuasi ke RSU dr Soetomo dan divisum. Ini karena polisi menemukan tanda-tanda kekerasan yang mengarah ke pembunuhan. Setelah diselidiki, jenazah diketahui bernama M Djaid.
Polisi yang melakukan serangkaian penyelidikan dan memeriksa saksi-saksi lalu mencurigai Purwanto dan diperiksa secara intensif. Di hadapan penyidik, Purwanto lalu mengakui perbuatannya.
Senin, 1 September 2014, Purwanto dijatuhi hukuman majelis hakim Pengadilan Negeri Gresik dengan vonis 15 tahun pidana penjara. Vonis ini lebih ringan 2 tahun dari tuntutan jaksa yakni 17 tahun pidana penjara sebelumnya.
Menyatakan terdakwa Purwanto alias Boireng tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 tahun,” kata hakim ketua Harto Pancono membacakan amar putusannya. [Dtk]