BANDA ACEH – Potensi kecurangan dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dengan memanfaatkan pelaksana dan pengawas untuk pengaturan suara bagi caleg tertentu menjadi salah satu persoalan penting dalam pelaksanaan pesta demokrasi di Indonesia, khususnya di Aceh.
Praktek kecurangan dengan melibatkan perangkat pelaksana dan pengawas pemilu ini biasanya rawan dilakukan oleh caleg DPR RI, apalagi selama ini masyarakat masih cenderung hanya memperhatikan pileg DPRK dan DPRA, namun tidak terlalu mempedulikan pileg DPR RI yang menyebabkan pengawasan partisipatif masyarakat untuk DPR RI masih relatif rendah.
“Berdasarkan isu yang beredar di masyarakat, pola pengkondisian anggota KIP dan Panwas kabupaten tertentu dengan menyediakan hadiah seperti handphone, tiket, sejumlah uang dan lain sebagainya hingga kamar hotel ketika di luar daerah salah satu motif pengkondisian pelaksana dan pengawas pemilu yang dilakukan oleh oknum caleg DPR RI tertentu untuk mengkondisikan perolehan suaranya pada Pemilu 2024. Oknum caleg DPR RI itu biasaya melakukan upaya-upaya dengan pelayanan tertentu sehingga adanya hubungan timbal balik dengan pelaksana atau pengawas. Hal-hal seperti ini jelas-jelas sudah melangkah aturan,” ungkap Koordinator Forum Pemuda Pencinta Demokrasi (FPPD), Ikhwan Kartiawan, Kamis 21 Desember 2023.
Kata Alumni Fsipol USK itu, belum lagi disinyalir adanya indikasi caleg DPR RI yang sengaja memfasilitasi hingga panitia pemungutan Kecamatan (PPK) di salah kabupaten di Aceh untuk pertemuan di luar daerah misalkan di Medan, dengan tujuan dapat mengendalikan perolehan suara di suatu daerah untuk kepentingannya. Praktek-praktek seperti ini tentunya merusak nilai demokrasi dan harus dilakukan pengecekan dan penindakan serta tak boleh dibiarkan.
Dia juga mengingatkan kepada penyelenggara pemilu, baik itu di jajaran KPU/KIP maupun Bawaslu, PPK hingga PPS bahwa jika terbukti tidak netral dalam menjalankan tugasnya, ada dua sanksi tegas yang akan diberikan.
Pertama, kata Ikhwan, yakni sanksi etik, yang dilakukan melalu proses persidangannya adalah melalui sidang DKPP, dimana tidak menutup kemungkinan penyelenggara Pemilu akan dipecat atau diberhentikan dari jabatannya, dan yang kedua yakni sanksi Pidana.
“Sebagaimana diatur dalam pasal 546 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. “Dalam pasal 546 UU Pemilu secara tegas disebutkan bahwa setiap anggota KPU, KPU/KIP Provinsi, KPU/KIP Kabupaten/, PPK, PPS dan/atau PPLN yang dengan sengaja yang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu bisa di pidana penjara paling lama 3(tiga)tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta. Sanksi ini menunjukkan bahwa para penyelenggara jangan coba-coba untuk bermain curang dengan caleg tertentu karena berakibat serius dan bisa berujung pidana,” bebernya.
Selain itu, lanjut Ikhwan pada pasal 505 Undang-undang Pemilu juga secara tegas sudah digarisbawahi bahwa anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifkat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
“Pasal 532 UU Pemilu juga menjelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4(empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah). Juga dipertegas dalam pasal 535 Setiap orang yang dengan sengaja mengubah, merusak, dan/atau menghilangkan berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifkat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 398 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Jadi, penyelenggara jangan coba-coba untuk bermain mata dengan salah satu caleg, risikonya dibisa diberi sanksi hingga pidana, apalagi proses pengawasan publik saat ini terus berjalan. Jangan sampai karena sudah terima fasilitas tertentu dari Caleg nantinya penyelenggara tersebut mencoba berpihak dan akhirnya harus menanggung sanksi,” jelasnya.
Di tambah lagi, dalam Pasal 551 UU Pemilu juga telah dipertegas bahwa anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan/atau PPS yang karena kesengajaannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifkat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama2(dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
“Untuk itu, kita mengingat kepada penyelenggara mulai dari KIP Kabupaten/Kota hingga PPK untuk tidak coba-coba menerima tawaran kandidat caleg DPR tertentu, apalagi jika adanya upaya dan arahan pengkondisian suara dari penyelenggara untuk memenangkan atau menambah suara caleg tertentu, ini jelas-jelas akan berhadapan dengan ancaman pidana. Dengan kondisi keterbukaan informasi dan pengawasan partisipatif publik saat ini sehebat apapun dilakukan upaya permainan di bawah tangan atau diam-diam akan ketahuan di kemudian hari,” tegasnya.
Selanjutnya, kata Ihwan, demi menjaga netralitas dan integritas penyelenggara pemilu demi pesta demokrasi yang berkualitas pihaknya meminta agar Bawaslu lebih jeli dan cermat untuk mengawasi setiap pelanggaran hingga mengantisipasi potensi kecurangan. “Jangan sampai ada caleg yang pengkondisian suaranya di tataran penyelenggara, menang nya karena dibantu penyelenggara, sementara faktanya rakyat tak memilihnya. Ini salah satu persoalan serius dalam pesta demokrasi 2024 ini. Manipulasi dan pengkondisian suara untuk caleg tertentu dengan menggunakan jasa penyelenggara adalah persoalan serius dalam pelaksanaan demokrasi 2024,” tegasnya.
ACEH TENGGARA_ Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Badar Kabupaten Aceh Tenggara, Dede Suhery M.Pd…
ACEH UTARA – Dugaan kasus pemalsuan tanda tangan untuk memperoleh Bantuan Langsung Tunai (BLT) secara…
Aceh Tenggara_ Bupati terpilih Kabupaten Aceh Tenggara periode 2025-2030 H.M Salim Fakhry S,E. M,M. Meski…
Aceh Tenggara_ Selama Januari 2025, sebanyak 364 orang sudah memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) di…
Aceh Tenggara_ Dewan Pimpinan Cabang, Lembaga Swadaya Masyarakat, Pemerhati Kinerja Aparatur Negara (DPC Lsm Perkara)…
ACEH SELATAN - Polemik pengangkutan hasil tambang di Aceh Selatan menjadi pembahasan serius yang melibatkan…